Selasa, 11 November 2014

BAB 12 ETIKA BISNIS



Kasus-Kasus Arahan Dosen

1.    Kasus hak pekerja
Masalah kasus Pengusaha dan Puluhan Pekerja panci di Tanggerang yang terkena tindakan kekerasan dan belum mendapatkan Hak-hak nya.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyesalkan lambannya penyelesaian kasus pekerja panci di Tangerang. Menurut Kadiv Advokasi dan HAM KontraS, Yati Andriyani, sudah tiga bulan kasus yang menimpa puluhan pekerja panci terkuak, namun sampai saat ini belum satu pun berbuah hasil seperti harapan. Pasalnya, para pekerja yang semasa bekerja kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi dari pengusahanya itu sampai saat ini belum dipenuhi hak-haknya. Mulai dari upah sampai hak-hak lainnya sebagai pekerja. Yati mencatat ada 3 instansi pemerintah yang memproses kasus tersebut, yaitu polres tigas raksa Tanggerang, dinas tenaga kerja kabupaten Tanggerang dan kemenakertrans. Proses penyiidikan memmakan waktu sejak 2 mei 2013 dan menyerahkan berkas kke jaksaan negeri tanggerang 25 juli 2013. Hasil penyidikan hanya mencantumkansi pengusaha yaitu yuki dan mandor. Padahal dalam pemeriksaan saksi menyebutkan keterlibatan aparat kepolisisan dan TNI. Adanya intimidasi dan ancaman dengan cara tembakan ke tanah dimana para pekerja panci yang sedang bekerja. Menurut Sekjen (OPSI), Timboel Siregar melihat kasus ini seakan hilang ditiup angin. Padahal kasus ini terungkap banyak janji yang di umbar pihak berwewenang untuk menyelesaikan masalah. Timboel mendeak pemerintah dan aparat penegak hokum segera menuntaskan kasus tersebut baik menyangkut erdata dan pidana, dan menegakkan hokum dibarengi dengan perbaikan pengawasan ketenagakerjaan. Hingga sekarang Kemenakertrans belum memberikan pernyataan resmi dan belum berbuah hasil.

2.    Kasus Iklan Tidak Etis
Kasus Iklan Tidak Etis Antara Telkomsel Dengan XL

Salah satu contoh problem etika bisnis yang marak pada tahun kemarin adalah perang provider celullar antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Dalam iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.
Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.
3.    Kasus Etika Pasar Bebas
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.

Sumber            :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar